Sunday, February 8, 2009

Pokja Bencana Klaboy Berkunjung ke GKJ Tanon

Sabtu, 7 Pebruari 2009

SRAGEN, POKJA KLABOY – Dua mobil telah diparkir di Jalan Pahlawan, tempat GKJ Boyolali dan Kantor Klasis Boyolali bersemayan. Pdt. Simon dengan kijang silver kesayangan dan Pak Listyarso dengan kijang biru yang juga masih disayang-sayang. Ketika Pdt. Simon bersama kijang silver tentu mengejutkan. Biasanya, kalau untuk urusan bencana si katana yang dipercaya. "Apakah Pak Simon ke Tanon ngiras-ngirus sebagai visitator sinode?", selorohku. Karena waktu ke GKJ Sragen kemarin saya tanya kok membawa katana, beliau menjawab,"Kijang silver dipakai kalau dalam rangka visitator sinode, luwih wangun, Mas …"

Pak Lis, yang sekalipun sudah pensiun kelihatan bersemangat. Saya jadi ingat, kemarin Pdt. Simon menyampaikan isi hati Pak Lis,"kedahipun Pak Pendita ngendika mawon, kula ingkang ndherekaken." Ungkapan yang tentu bagi kami memberi kekuatan rohani yang luar biasa, ada hati yang sangat besar dari umat Tuhan yang begitu peduli dan ingin turut menyambut karya Tuhan melalui Pokja Bencana Klasboy. Terbukti, pagi itu Pak Lis kelihatan sangat bangga dan bahagia menaikkan selimut dan sarung ditemani Pdt. Kristanto dan Vic. Jaryono ke dalam mobilnya untuk disalurkan ke GKJ Tanon. Semoga panggilan semacam itu tumbuh subur di kalangan Gereja-gereja Kristen Jawa dalam lingkungan Klaboy. Doa singkat yang spontan kupanjatkan.

Setelah selesai menaikkan barang-barang, meluncurlah dua mobil dengan personil: Pdt. Simon, Pdt. Setiyadi, Mas Koko dan Mas Dwi di mobil Pak Simon, dan Pak Lis, Pdt. Kristanto dan Vic. Jaryono di mobil Pak Lis. Sebelum meluncur ke Tanon, disepakati mampir dulu ke GKJ Sabda Mulya. Vic. Deny Aryanto dan Pak Hartono Utomo menunggu di sana bersama bekal makan siang persembahan Ibu Sriyani Udur yang selalu peduli tiap kali Pokja Bencana Klaboy beraksi.

Iring-iringan ke Tanon mempercayakan mobil Pak Lis di depan sekaligus sebagai penunjuk jalan, dipandu Pdt. Kristanto yang terkenal dengan karunia menghafal jalur Boyolali – Gemolong – Tanon – Sragen. Untuk urusan ini Pdt. Simon kelihatan sangat rendah hati dengan memberi kepercayaan pada mobil Pak Lis mendahului. Ingin tahu rahasianya? Adalah pengakuan Pdt. Simon sendiri kalau menghafal jalan itu susah. Sekalipun tahun kemarin sudah ke Tanon. Ini terbukti ketika seharusnya mengambil arah kiri ke Nogosari-Kalioso malah belok kanan mengambil arah Solo. Untunglah Pak Hartono Utomo dengan sigap segera menilpun Vic. Dani memastikan arah yang seharusnya ditempuh.

Sampai di Kalioso, Pdt. Joko Wahyudi mengabari kalau sudah menunggu di sebuah toko material di daerah Gemolong. Tak lama kemudian, sampailah kami di toko material dimaksud. Syukur pada Allah, ada kemurahan hati dari toko tersebut sehingga kami bisa mendapatkan kalsit 379 karung dari yang seharusnya hanya 375 itu pun dengan potongan harga Rp 250,- per karungnya. Kalsit sangat dibutuhkan warga masyarakat yang rumahnya belum ada pengerasan, supaya mempercepat pengeringan tanah yang becek. Selain untuk mengusir bau dan nyamuk yang menggila setelah selama 2 hari air menggenang.

Sesampai di GKJ Tanon Pep. Padas, kami mendengar cerita dari Pdt. Joko Wahyudi kalau banjir kali ini tidak separah tahun kemarin. Pada tanggal 1 Pebruari kemarin, yang kebaktian di gereja ini hanya air yang menggenang dengan ketinggian 1 meter. Gereja tidak menerima persembahan dari umat, tetapi sekarang menerima persembahan dari sesama yang peduli melalui Pokja Bencana Klaboy. Di sepanjang jalan tadi para petani sibuk memanen padi. Menurut Pdt. Joko Wahyudi sebenarnya belum tiba saatnya untuk memanen. Namun apa boleh, itulah risiko yang harus ditanggung para kadang tani. Jelas mereka merugi, sebab padi yang dipanen bila dijemur pecah, selain bobotnya merosot tajam dibanding dengan padi yang sudah menguning. Sekalipun demikian, para petani tetap bersyukur bila mengenang peristiwa banjir tahun kemarin. Dari 105 hektar lahan pertanian, 98 hektar sendiri tidak terselamatkan.
Sembari bercerita, teh panas dihidangkan, dilengkapi dengan dua tangkep pisang raja besar-besar, tempe goreng, ketela goreng, dan pisang goreng. Dapat dibayangkan betapa perjumpaan siang itu sungguh menyegarkan hati. Apalagi setelah Pdt. Simon yang didukung Pdt. Kristanto menyampaikan ide brilian untuk dilanjutkan dengan makan siang. Setelah selesai, segeralah barang-barang bawaan diturunkan. Di pepanthan Padas diturunkanlah: 1 grobag sorong, 22 bungkus minyak goreng (pecah satu ketika diturunkan), 220 bungkus jahe wangi, 44 buah sarung dan 44 buah selimut. Untuk urusan menurunkan barang-barang bawaan, kecekatan Pdt. Kristanto sangat bisa diandalkan. Apalagi dua vicaris, Sdr. Jaryono dan Deni turut membantu bersama Mas Koko dan Mas Dwi. Belum lagi ketika Pdt. Simon, Pak Lis dan Pak Hartono turun tangan. Saya sendiri harus merelakan diri untuk mendokumentasikan peristiwa tersebut sekalipun hanya mengandalkan kamera berkekuatan 2 megapixel. Di sela-sela kami menurunkan barang, istri Bupati Sragen (Bu Untung) datang ditemani anaknya yang menjadi caleg salah satu partai bersama bapak lurah Padas. Bu Bupati pun berucap terima kasih atas bantuan yang disampaikan untuk warga masyarakat Sragen.

Tak lama berselang dua truk kecil yang membawa kalsit, yang sedari tadi dinanti-nanti pun datang. Belum selesai kalsit diturunkan, kami melanjutkan perjalanan ke pepanthan Tenggak. Perjalanan ke Tenggak mengikuti aliran Sungai Bengawan Solo. Dapat dibayangkan ketika air bengawan meluap, daerah sekitarnya tentu tergenang air. Di pepanthan Tenggak, tampak tiga relawan sibuk membagi bantuan dalam paket plastik warna hitam sesuai catatan. Tak lama kami di pepanthan Tenggak. Setelah selesai menurunkan barang-barang seperti di pepanthan Padas, kami pun pamitan untuk pulang. Dapat diduga, ketika mobil Pdt. Simon nekad di depan atas rasa percaya diri Mas Dwi yang mengaku telah hafal jalan, salah arah lagi-lagi dialami. Untunglah, Pak Lis segera mengambil alih sebagai penunjuk jalan, sehingga sebelum suara adzan kami sudah sampai di kantor Klasis, Jalan Pahlawan No.60, Boyolali.

No comments:

Post a Comment